Posting Terbaru

web counter

Hasil UN Tingkat SMP juga Jeblok

Diposting oleh den imam Sabtu, 08 Mei 2010

JAKARTA (Suara Karya): Sama seperti di tingkat SMA, angka kelulusan ujian nasional (UN) di sekolah menengah pertama (SMP) tahun 2010 juga jeblok alias turun cukup signifikan dibanding UN 2009, yaitu dari 95,05 persen menjadi 90,27 persen. Atas dasar itu, jumlah siswa yang akan ikut UN ulang SMP pada 17-20 Mei mendatang sebanyak 350.798 dari total 3.605.163 peserta.

"Faktor penyebab turunnya angka kelulusan UN SMP boleh dibilang sangat beragam dan terkait satu sama lain," kata Mendiknas Muhammad Nuh kepada pers di Jakarta, Kamis, tentang rencana pengumuman kelulusan UN SMP pada 7 Mei secara serentak di seluruh Indonesia.

Nuh menyebut 10 provinsi yang memiliki angka ketidaklulusan tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (39,87 persen), Gorontalo (38,80 persen), Bangka Belitung (34,69 persen), Kalimantan Timur (29,97 persen), DKI Jakarta (28,97 persen), Kalimantan Barat (27,49 persen), Bengkulu (24,03 persen), DI Yogyakarta (21,98 persen), Sulawesi Tenggara (20,30 persen), dan Kepulauan Riau (18,79 persen). "DKI Jakarta yang selama ini menjadi barometer pendidikan nasional pun mencatat hasil UN tidak menggembirakan. DKI Jakarta masuk lima besar provinsi dengan angka ketidaklulusan tertinggi," ujar Nuh.

Sekolah dengan angka kelulusan nol persen atau ketidaklulusan 100 persen mencapai 561 sekolah negeri maupun swasta. Sementara 17.852 sekolah mencatat kelulusan 100 persen.

"Jika melihat jumlah SMP di seluruh Indonesia sebanyak 43.666 sekolah, angka sebesar 561 sekolah itu terlalu besar karena hanya 1,13 persen. Sekolah-sekolah itu akan mendapat intervensi kebijakan dan pembinaan dari pemerintah," ucap Nuh.

Mendiknas menyebutkan, provinsi yang memiliki sekolah dengan angka ketidaklulusan 100 persen tertinggi, yaitu Jawa Tengah (105 sekolah), Jawa Timur (54), DKI Jakarta (51), Gorontalo (47), Kalimantan Barat (34), Banten (27), Nusa Tenggara Timur (26), Maluku Utara (24), dan Papua (18).

"Di DKI Jakarta, sekolah yang memiliki ketidaklulusan 100 persen terbanyak adalah 45 sekolah swasta dan 6 sekolah negeri. Sedangkan di Jawa Tengah, kondisinya justru terbalik, terbanyak di sekolah negeri, yaitu 84 sekolah, dan 21 sekolah swasta," tutur Nuh.

Jika dilihat dari jumlah mata pelajaran yang tidak lulus UN, Mendiknas menyebutkan, 74.317 siswa (21,19 persen) mengulang satu mata pelajaran (MP), 130.277 siswa (37,14 persen) mengulang dua MP, 103.185 siswa (29,41 persen) mengulang tiga MP, dan 43.019 siswa (12,26 persen) mengulang empat MP.

"Mata pelajaran yang diujikan dalam UN ada empat, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam," kata Mendiknas, yang belum dapat merinci mata pelajaran yang memiliki angka ketidaklulusan tertinggi pada UN SMP.

Kecenderungan menurunnya angka kelulusan UN di tingkat SMP maupun SMA, menurut guru besar bidang pendidikan sejarah dan kurikulum Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Said Hamid Hasan, menandakan pemerintah gagal dalam memberi layanan pendidikan yang bermutu kepada seluruh masyarakat. "Banyak hal yang menjadi faktor penyebab turunnya angka kelulusan UN, bukan sekadar siswa yang katanya makin jujur. Jika soal kejujuran yang dijadikan alasan, itu bahkan naif. Saya menduga, siswa mendapat nilai jelek karena sebenarnya mereka belum siap ikut UN," katanya.

Ketidaksiapan itu, menurut Hamid, terkait ketidakmampuan guru dalam menjelaskan materi pelajaran, fasilitas pendidikan minim, ketidaksediaan buku pelajaran, kemiskinan, juga ketidakmampuan siswa dalam menyerap pelajaran karena malanutrisi.

"Kita tidak boleh menutup mata atas kondisi pendidikan di sejumlah wilayah, terutama Indonesia Timur. Mereka sebenarnya tidak bodoh, tetapi ada faktor penghalang yang membuat mereka tidak lulus UN. Bagaimana siswa bisa menjawab soal UN kalau guru langka dan harus mengajar di banyak kelas. Bagaimana siswa bisa memahami apa yang diajarkan guru kalau belajar dalam kondisi lapar. Hal-hal semacam ini harus dipahami pemerintah," kata Hamid.

Karena itu, saat ini bisa menjadi momentum pemerintah untuk melakukan perbaikan berdasarkan hasil kajian UN. Perbaikan itu harus dilakukan dengan multimetoda dan multipelayanan agar sekolah-sekolah yang nilai UN-nya jelek bisa mengejar ketertinggalan mereka.

"Kalau mau bicara jujur, sebenarnya hasil UN sekarang tidak seharusnya menjadi salah satu syarat kelulusan siswa. Karena standar layanan pendidikan tidak sama antarwilayah, sehingga hasil UN pun menjadi tidak fair, terutama bagi siswa dengan layanan pendidikan yang tidak sebaik di kota-kota besar," kata Hamid.

Senada, guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) HAR Tilaar menyatakan, penurunan angka kelulusan SMP maupun SMA menandakan ada yang salah dalam sistem pendidikan di Indonesia. "Pemerintah belum memberi layanan pendidikan yang memadai bagi seluruh rakyat Indonesia, tetapi melakukan UN dengan mengandaikan kondisi pendidikan sama di seluruh Indonesia. Bagaimana bisa mengukur dengan tepat kondisi pendidikan kalau standar layanannya tidak sama," ucapnya.

Padahal, lanjut Tilaar, anak tidak sepenuhnya salah jika tidak lulus UN. Sebab, bagi sebagian siswa, terutama mereka yang tinggal di Indonesia timur, bisa saja materi soal UN belum benar-benar dipahami. "Sejak awal saya kurang setuju dengan pelaksanaan UN. Bukannya saya anti-UN. Saya menilai UN belum bisa diterapkan karena kondisi pendidikan tidak sama sekarang ini," kata Tilaar menandaskan. (Andira/Pudyo Saptono/Endang Kusumastuti/Tri Wahyuni)
sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=252638

Jangan lupa baca posting di bawah juga ya :)



0 komentar

Posting Komentar

Google Translate